Minggu, 03 November 2013

Tata Cara Pergaulan Menurut Islam

TATA PERGAULAN DENGAN LAWAN JENIS
Banyak perkataan dan fatwa seputar masalah (boleh tidaknya) laki-laki bergaul dengan perempuan (dalam satu tempat). Ada diantara ulama yang mewajibkan wanita untuk tidak keluar dari rumah kecuali ke kubur, bahkan ke masjid pun mereka dimakruhkan. Dan sebagian lagi ada yang mengharamkan karena takut dengan adanya fitnah dan kerusakan zaman. Ini mereka dasarkan pada perkataan Ummul Mu’minin Aisyah r.a. : “ seandainya Rosullullah SAW mengetahui apa yang diperbuat kaum wanita sepeninggal beliau, niscaya beliau melarangnya ke masjid.” Tetapi dengan berkembangnya zaman, para ustadz pun lebih lunak karena wanita juga perlu keluar rumah ke tengah-tengah masyarakat untuk belajar, bekerja, dan sudah tentu wanita akan bergaul dengan laki-laki, yang bisa jadi merupakan teman sekolah, guru, dokter, staf, dll. Sekarang, pertanyaannya apakah setiap pergaulan antara laki-laki dengan perempuan itu terlarang? Apakah mungkin wanita akan hidup tanpa laki-laki? Ataukah wanita harus dikurung dalam sangkar (rumah) selama masa hidupnya?
Pada zaman Rosulullah SAW kaum wanita sudah biasa menghadiri shalat berjamaah dan shalat jum’at. Beliau menganjurkan wanita untuk mengambil tempat khusus (shaf) belakang sesudah laki-laki. Mengapa? Karena dengan paling belakang, mereka telah terpelihara dari kemungkinan melihat aurat laki-laki. Karena pada zaman itu kebanyakan lelaki belum memakai celana. [1]
Dan begitulah yang dapat kita lihat dari riwayat hidup Rosulullah SAW, bahkan Nabi dan Rosul Allah senantiasa bergaul dan bergumul secara integral dengan orang di masyarakat dan cara inilah yang ditempuh para ulama’ dan pewarisnya.[2]
Dan disini akan dibahas tata pergaulan antara laki-laki dengan perempuan yang belum menikah, apabila dilihat dari reportase hadist.

TATA PERGAULAN DENGAN LAWAN JENIS
1.      Definisi Pergaulan
Pergaulan atau dalam bahasa arabnya “ikhtilat” yang berarti pergaulan atau percampuran antara laki-laki dan perempuan. Dan hal ini memberi konotasi yang kurang baik dan tidak sesuai dengan islam. Istilah yang tepat ialah liga’ (pertemuan) atau musyarakah (penyertaan) antara laki-laki dan perempuan. Pergaulan sepatutnya diartikan sebagai batas pertemuan atau penyertaan antara lelaki dan wanita. Terdapat tiga kategori pergaulan yang dihadapi umat islam :
-          Pergaulan aliran barat yang identik antara laki-laki dan perempuan bercampur gaul tanpa ada batasan tertentu.
-          Pergaulan aliran ketimuran yang dicanang oleh islam, dan didalamnya mengatur batas pergaulan antara wanita dan laki-laki
-          Pergaulan aliran kujumudan, dimana banyak masyarakat islam abad ini, wanitanya terpenjara dan hak-hak mereka dihilangkan.
Dan ketiga aliran ini tentu mempunyai kelemahan ataupun kekurangan bagi umat manusia khususnya bagi umat muslim. Dan sebenarnya dalam islam tidak ada istilah “pergaulan bebas” karena secara fitrah manusia memiliki keharusan untuk bergaul dengan interaksi social yang merupakan sunnah social dari kehidupan. Namun setelah masuknya budaya asing ke dalam pergaulan masyarakat muslim yang dibentuk kecenderungan material, sehingga menimbulkan kesimpulan bahwa hidup dan lahir di bumi orientasinya hanya ke hawa nafsu, maka dinamailah pergaulan bebas. Bebas dari tuntunan wahyu, moral, dan fitrah sebagai manusia di dunia.[3]
2.      Cara Bergaul Yang Baik
Pergaulan yang baik adalah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hak yang berhak mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya. Dan islam menyeru dan mengajak kaum muslimin melakukan pergaulan diantara kaum muslimin, baik bersifat pribadi maupun kesatuan.
      Dan islam sendiri adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk saling mengenal diantara sesama manusia dalam hidup dan kehidupannya, dan hal ini adalah ajaran islam yang sanagt ditekankan.
Rosulullah SAW bersabda :
ا لمؤ من ا لذ ى يخا لط ا لنا س و يصبر على ا ذ ا هم خير من ا لمؤ من ا لذ ى لا يخا لط ا لنا س م لا يصبر على ا ذ ا هم  (رواه ا لتر مذ ى)
Artinya : “ orang mu’min yang bergaul dengan orang-orang dan tahan uji atas segala gangguan mereka, lebih baik daripada orang mu’min yang tidak bergaul dengan orang-orang  dan tidak tahan uji atas gangguan mereka.[4] (H.R. Turmudzi)
Cara bergaul (lawan jenis) yang baik antara lain :
-          Laki-laki tidak boleh berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Ketika mereka berada di tempat yang sepi, yang semula hanya berpandangan, berpegangan, dan menjurus kea rah perzinaan
-          Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan secara fisik.karena hal tersebut dilarang dalam islam.
-          Katika bertemu saling mengucapkan salam
-          Meminta izin dalam meminjam atau menggunakan barang dari teman kita
-          Menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda
-          Bagi perempuan, menutup aurat. Dan bagi laki-laki menggunakan pakaian yang sopan pada saat bertemu. Agar menghindari perbuatan zina.
-          Saling bersikap santun dan saling menghormati antara hak dan kewajiban masing-masing
-          Tidak saling menghina
-          Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat
-          Selalu mengajak untuk berbuat kebaikan
3.      Tata Pergaulan Dengan Lawan Jenis Dilihat Dari Reportase Hadist
a.      Haram duduk berdua (berkhilwat) dengan perempuan bukan muhram
Uqbah Ibn Amir r.a. menerangkan :
أَنَّ رَسُولُ اللهِ عليه وسلّم قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالدُّخوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يارسُولَ اللهِ ! أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟  قال:
الْحَمْوُالْمَوْتُ
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata : Ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana hukum masuk kamar ipar perempuan?. Nabi menjawab : ipar itu adalah kematian(kebinasaan).” (HR al bukhari 67:111:muslim 39:8 : al lu’lu-u wal marjan 3:69-70)
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan(bagi laki-laki), maka hal ini memberi pengertian bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.
Ahli hadist belum mengetahui siapa orang Anshar yang bertanya kepada Rasul tentang hukum kerabat suami selain ayah dan anaknya masuk ke tempat istri suami. Seperti : saudaranya, anak saudaranya, dan kerabat yang lain yang boleh mengawini istrinya bila diceraikan atau meninggal.[5]
Dan Rasul menerangkan bahwa kerabat suami yang menjumpai istri sama halnya dengan menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbulnya nafsu jahat yang membawanya pada kemungkaran Allah, dan menyebabkan suami akan menceraikan istrinya, dan ditakutkan akan terjadi kejahatan antar saudara dan perpecahan antar sauadara.
Dalam al-kahfi, Imam As Shidiq a.s. diriwayatkan berkata “ waspadalah hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu, sebab tidak ada musuh yang lebih berbahaya bagi manusia selain ketundukan pada hawa nafsu dan perkataan lidahnya.”[6]
b.      Haram melihat perempuan yang bukan mahramnya
عَنْ ابى هريرة رضيى اللهُ عنه النبيّ ص م قال،كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكُ لَامَحَالَةّ، الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظْر ولأدنان زنا هما الاستماع واللسان زناه الكلام ، واليد زنا ها البطشى ، والرجل زنا ها الخطى واقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك لفرج اويكذبه. (متفق عليه وهذا لفظ مسلم ورواايه البخارمحصرة)
Dari abu hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW bersabda : “ telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan adalah memukul, dan zina berjalan serta zina hati adalah nafsu dan berangan-angan yang semuanya dibuktikan oleh kemaluan.” (HR. Bukhari Muslim)[7]
c.       Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram, apabila keletihan di jalan
تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُوَمَالَهُ فِى الاَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلاَ مَمْلُوْكٍ وَلاَ شَيئٍ غَيْرِنَا ضِحٍ وَغَيْرِفَرَسِهِ، فَكُنْتُ أَعْلِفَ فَرَسَهُ، وَسْتَقِى المَاءَ َوَأَخْرِزُغَربَهُ، وَأَعْجِنُ، وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَجْبِزُ وَكَانَ يَحْبِزُجَارَاتٌ لِى مِنَ لأنْصَارِوَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ، وَكُنْتُ أنْقُلُ النَّوَى مِنْ أرْضِ لزُّبَيْرِ الّتِى أقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ ؤ عَلَى رَأْسِى وَهىَ مِنِّى عَلَى ثُلثَى فَرْسَخٍ. فَجِئْتُ يَوْماً وَالنَوَى عَلَى  رَأْسِي، فَلَقِيْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الاَنْصَارِ فَدَعَانِى، ثُمَّ قَالَ : (إخٌ إخٌ) لِيَحْمِلَنِى خَلْفَهُ، فَاسْتَحْيَيْتُ أنْ أسِيْرَ مع الرِّجَالِ، وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ، وَكان أغْيَرُ النًّاسِ ، فَاَعْرَفَ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم اَنِّى أَسْتَحْيَيْتُ، فَمَضَى، فَجِئْتُ الزّبيْرَ، فَقُلْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم  عَلَى رَأْسِى النَوَى ، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أصْحَابِه،فَأ ناخَ لِأَرْكَبَ فَاسْتَحْيَيْتُ منهُ، وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ. فَقُالَ: واللهِ ! لَحَمْلُكِ لنَوى كَانَ أشَدَّعلى رَكَوبك معه. قالت: حّتَّى اُ رْسِلَ الى ابوبكرٍ، بعد ذلك بِخَادَم تَكْفِنِى سِيَا سَةً الفُرَسِ فكأنَّمَا أعتَقَنِى.
azzubair mengawini aku dan ia tidak mempunyai harta di muka bumi ini. Tidak mempunyai budak dan tidak mempunyai apa-apa selain seekor unta yang dipergunakan untuk mengangkut air dan selain kudanya. Aku selalu memberi makan kudanya, menimba air, membetulkan timbanya dan merema tepung. Sedang aku tidak pandai membuat roti. Tetanggaku dari golongan Anshar membuat roti untukku. Mereka adalah perempuan yang benar dan aku mengangkut dengan kepala aku antah-antah biji kurma dari kebun Azzubair dan diberikan Rasulullah kepadanya. Tanah itu jaraknya dari rumahku kira-kira 2.3 farsah (1.2 mil). Pada suatu hari aku datang sedang biji anak kurma diatas kepalaku. Lalu aku menjumpai Rasulullah bersamanya ada beberapa orang Anshar. Maka Rasulullah memanggil akau dan berkata : ikh, ikh. Beliau menidurkan untanya untuk dapat membawaku dibelakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama-sama orang laki-laki. Dan aku ingat kecemburuan Azzubair. Dia orang yang paling pecemburu. Rasul menjumpai aku sedang kurma ada di atas kepala ku dan bersama-sama Nabi ada beberapa sahabatlalu nabi menidurkan untanya supaya aku menungganginya, tetapi aku malu terhadap nabi dan aku mengetahui kecemburuan anda. Maka Azzubair berkata : demi Allah aku memikul biji kurma adalah lebih keras tekanannya atas diriku daripada engkau menunggangi kuda bersamanya. Asma berkata : kemudian Abu bakar mengirim kepadaku seorang pelayan yang menggantiku dalam pemeliharaan kuda itu. Karenanya seolah-olah Abu bakar telah memerdekakan aku “ (Al Bukhari 67:107. Muslim 39:14. Al lu’lu u-wal marjan 3:73-74).
Menurut hadist ini ada kerjasama antara suami dan istri dalam membina rumah tangga. Dan hadist ini menyatakan pula kebolehan kepada Negara memberikan tanah Negara kepada sebagian rakyatnya. Dan tanah itu tidak dapat dimiliki oleh seseorang. Kalau tidak diberikan oleh kepala Negara.
Hadist ini juga menjelaskan kebolehan memboncengkan seorang perempuan yang telah kepayahan di jalan. Di samping itu menyatakan pula tentang kerendahan hati nabi terhadap umatnya. Beliau tidak keberatan membonceng Asma’.
Kebolehan untuk membonceng perempuan yang bukan mahramnya adalah ketika kita menjumpai seseorang di suatu jalan, sedang ia tidak sanggup berjalan lagi khususnya apabila kita bersama-sama dengan orang lain. Tetapi ada sumber lain yang mengatakan bahwa asma’ wanita yang dibonceng Nabi adalah anak dari Abu bakar, saudara dari Aisyah dan istri dari Azzubair. Maka masih dalam keluarga Nabi.
d.      Berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
Aisyah mengatakan :
فَقَبَضَتِ آ مْرَ أَ ةٌ يَدَ هَا
“ seorang wanita menahan tangannya “
Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata : “ untuk yang pertama itu dapat diberi jawaban bahwa mengulurkan tangan dari balik hijab mengisyaratkan telah terjadinya bai’at meskipun tidak sampai berjabat tangan ……. Adapun untuk yang kedua yang dimaksud dengan menggenggam tangan ialah menariknya sebelum bersentuhan.”
Abu Daud meriwayatkan bahwa dalam al-Marasil dari asy-sya’bi bahwa nabi Muhammad SAW ketika membai’at kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu meletakkan di atas tangan beliau, seraya berkata :
لَا اُ صَا فِحُ ا لنِّسَا ءَ
“ aku tidak berjabat tangan dengan wanita “
e.       Wanita menjenguk laki-laki yang sakit
Tidak ada halangan bagi wanita yang ingin menjenguk laki-laki yang sedang sakit, asalkan dia mematuhi aturan syara’ dan adab-adab yang harus dipelihara. Misalnya : tidak berduaan saja, tidak membuka aurat, tidak memakai wangi-wangian yang berlebihan, dan tidak berbicara dengan nada yang berbau rangsangan.
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW bersabda :
عُوْ دُ و ا اْ لمَرْ ضى وَ اَ تْبِعُوْ ا اْ لجَنَا ئِزُ تُذَ كِّرُ كُمُ اْ لا خِرَ ةَ
“jenguklah orang-orang sakit, dan antarkanlah janazah karena hal itu akan mengingatkanmu kepada akhirat “[8]
f.        Bepergian dengan bukan mukrim
Berpergian dengan lelaki yang bukan mahram seperti camping, study tour, atau melakukan riset pada prinsipnya mubah (boleh). Karena yang dilarang adalah pergaulan yang pada ujung hasilnya adalah perbuatan zina. Karena pada zaman yang modern ini akan sering dijumpai wanita ke luar rumah dalam jarak yang jauh tanpa ditemani suaminya. Dengan catatan sudah mengantongi izin dari sang suami secara suka rela tanpa ada paksaan. Ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW “ suatu ketika akan ada seorang wanita berpergian sendirian dari Irak menuju Ka’bah, tidak takut kepada siapa atau apa pun kecuali Allah[9]

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya, semoga  lebih memahami adab bergaul dengan lawan jenis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar